Rabu, 25 Mei 2011

Prospek Ekonomi Indonesia 2011

Perekonomian Indonesia pada 2010 dinilai sejumlah kalangan cukup menggembirakan. Di saat sebagian besar negara di dunia mengalami pertumbuhan negatif, perekonomian Indonesia justru tumbuh dengan laju sekitar enam persen. 
            World Economic Forum melaporkan, peringkat daya saing Indonesia untuk 2010-2011 naik 10 tingkat di angka 44 dari peringkat sebelumnya di level 54. Kenaikan itu terutama didorong kinerja makro ekonomi yang sangat baik. Kinerja ekspor tumbuh pesat. 
            Komite Ekonomi Nasional atau KEN, lembaga yang ditugasi untuk memberi masukan kebijakan ekonomi kepada Presiden, meyakini laju ekonomi Indonesia tahun depan akan melaju lebih cepat. KEN berharap bisa mendorong pemerintah memaksimalkan momentum pertumbuhan ekonomi ini.
 Antara lain dengan terciptanya koordinasi yang baik, pengambilan kebijakan yang cepat dan tepat, serta tetap mewaspadai gejolak keuangan global.

Dengan kebijakan ekonomi yang tepat, KEN yakin perekonomian Indonesia tahun depan akan tumbuh dengan laju 6,4 persen. Menurut KEN, tingkat konsumsi, investasi, dan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi kita secara serentak. Semetnara total out put perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai Rp 7.726 triliun. Ini dikarenakan Indonesia baru memasuki fasa ekspansinya.

Perekonomian Indonesia harus selalu dikelola secara sangat hati-hati. Sebab, dana-dana investasi yang masuk cukup besar ke pasar modal dan pasar uang tersebut berpotensi sebagai dana-dana spekulasi. Untuk itu, saatnya kita semua tidak terlalu terlena oleh pujian-pujian dari berbagai lembaga internasional terhadap kemajuan ekonomi Indonesia. Kita semua harus selalu optimis dalam melihat masa depan ekonomi, kita juga harus cerdas memahami realitas yang kita miliki saat ini. Di samping itu kita harus jujur atas keterbatasan energi listrik kita untuk mendorong terciptanya investasi di sektor riil. Persoalan infrastruktur sangat perlu di perhatikan. Hal yang paling sederhana adalah persoalan macet di jalan raya. Hampir semua kota-kota bisnis dan industri di Indonesia mengalami hambatan dalam distribusi produk dan jasa secara efektif, efisien, dan produktif. Dan semua ini disebabkan tidak terkelolanya jalan raya secara baik, sehingga macet dimana-mana dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Menurut Djayendra ( Praktisi, Penulis, dan Pembicara Bidang Manajemen Korporasi), beberapa hal yang perlu diperhatikan di tahun 2011 adalah :
1.      Pemerintah harus lebih fokus untuk pemerataan dan pembangunan ekonomi domestik.
2.       Industri dalam negeri harus lebih dilindungi dan jangan dibiarkan menjadi korban dari industry murah China.
3.      Jangan terlalu terlena dengan angka-angka ekonomi makro, tapi perhatikan sifat dari angka-angka ekonomi makro tersebut.
4.      Manfaatkan momentum positif perekonomian Indonesia di tahun 2011 untuk memperkuat fondasi sektor usaha perkebunan, pertanian, perikanan, dan energi.
5.      Manfaatkan potensi kreatifitas masyarakat Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik.
6.      Alam Indonesia yang luar biasa indah ini seharusnya mulai dikelola secara profesional untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.

Resiko & Tantangan Ekonomi di 2011

            Komite Ekonomi Nasional dalam buku Prospek Ekonomi Indonesia 2011 menuturkan ada sejumlah tantangan dan risiko yang perlu diantisipasi Indonesia di tahun depan sebagaimana dilansir vivanews.com adalah :
·         Tantangan atas kemungkinan terjadinya gelembung nilai aset (asset bubble) dan inflasi, karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing, termasuk jangka pendek.
·         Terhentinya arus modal masuk dan bahkan terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar.
·         Subsidi energi dan alokasi yang kurang efisisien. Selama ini, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) masih dinikmati orang mampu (berpenghasilan tinggi). Terkait masalah ini, Ketua Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tanjung mengatakan yang wajib mendapat subsidi ialah orang miskin, orang mampu sebaiknya tidak dapat subsidi. Resiko inflasi terutama dipicu komponen makanan, pendidikan, dan ekspektasi inflasi.
·         Infrastrukstur dan interkoneksi (transportasi) yang kurang memadai.
Peningkatan daya saing, perbaikan pendidikan, dan pelatihan serta penambahan pasokan tenaga teknik terdidik yang menjadi penghambat bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi produk (utamanya yang padat karya), menghambat investasi dan mengurangi penciptaan nilai tambah dan lapangan pekerjaan. Masalah daya saing Indonesia masih tertinggal dibawah Malaysia, Singapura dan Thailand.Daya serap atau belanja pemerintah (pusat dan daerah) yang masih belum optimal.
·    Resiko yang berkenaan dengan kondisi politik dan hukum yang terjadi. Resiko perubahan iklim, bencana alam, dan krisis keuangan yang datang secara mendadak.
·         Tantangan resiko global, seperti pemulihan ekonomi negara maju masih akan lama, sehingga berdampak pada pemulihan ekonomi dan perdagangan dunia. Geopolitical-Geoeconomy G2 mengenai persoalan ketidakseimbangan ekonomi dunia, perang kurs dan potensi perang korea yang sangat tergantung pada G2 (China-AS), bukan G20.


24 Mei 2011, 8.20 PM 
25 Mei 2011,05.29 PM

Senin, 09 Mei 2011

Pertumbuhan Ekonomi Pada Sektor Restoran dan Perhotelan Tahun 2005-2009

Ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi:
~Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.
~Kemajuan teknologi
PDB (Gross Domestic Product/GDP) adalah jumlah nilai dari semua produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
 Harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan sesuatu Negara dalam suatu tahun dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut. Sedangkan harga konstan atau harga tetap adalah harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain.


 Pertumbuhan Ekonomi Pada Sektor Restoran dan Perhotelan

Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini yang sebesar 5,7 persen terutama disumbang oleh pertumbuhan sektor perhotelan dan restoran yang tumbuh 9,3 persen. “PDB Indonesia pada triwulan pertama 2010 ini, primadonanya sebagai sumber pertumbuhan perdagangan adalah hotel dan restoran. Tumbuh sebesar 9,3 persen. Sementara dari kuartal ke kuartal (qtq) pertanian tumbuh 18,1 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan.
Menurut beliau untuk perdagangan tumbuh pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang menuju pada pemulihan. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan sektor Ekspor- Impor yang cukup tinggi, yaitu tumbuh 19,6 persen atau berkontribusi terhadap pertumbuhan kuartal pertama 2010 sebesar 7,7 persen.
Begitu pula dengan impor yang tumbuh sebesar 22,6 persen sehingga mampu berkontribusi 6,7 persen. Disisi lain, konsumsi rumah tangga juga masih tumbuh 3,9 persen dan mendukung pertumbuhan 2,3 persen. Begitupula pembentukan modal tetap bruto yang tumbuh 7,9 persen dan berkontribusi sebesar 1,8 persen.
Sedangkan konsumsi pemerintah, menurut dia justru mengalami penurunan -8,8 persen sehingga menyumbang -0,6 persen untuk pertumbuhan ekonomi kuartal I ini. Menurut beliau, lemahnya konsumsi pemerintah karena tiadanya belanja pemerintah yang besar seperti kuartal I 2009 karena adanya kegiatan pemilihan umum. “Hal ini pula yang mendorong pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga hanya berkontribusi 2,3 persen,” katanya. Sementara itu, berdasrakan lapangan usaha, perdagangan, hotel dan restoran menjadi sumber kontribusi utama sebesar 1,6 persen.
Diikuti oleh pengangkutan dan komunikasi yang sebesar 1 persen. industri pengolahan sebesar 0,9 persen, konstruksi 0,5 persen. keuangan, real estate dan jasa perusahaan 0,5 persen. Jasa-jasa menyumbang 0,4 persen. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan menyumbang 0,4 persen dan pertambangan dan penggalian 0,3 persen.

Sumber: